MK. Sosiologi Umum Tema : Realitas Sosial
Nama : Prihadi Geyan Kelas : R02.1
Praktikum V Analisis Kelembagaan Sosial
SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH
Penelitian Hukum Pemilihan Tanah di Sebuah
Daerah Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat
Oleh : Warner Roell
Ikhtisar
Seperti di
negara-negara Asia Selatan dan Tenggara lainnya, sistem bagi hasil mempunyai
arti penting dalam kehidupan pertanian di Indonesia. Walaupun UU Agraria tahun
1990 mengharuskan pertanian mengelola tanahnya sendiri. Di tahun yang sama,
penggarapan bagi hasil diantara petani lebih dari 50% dan hasil yang mereka
terima kebanyakan hanya 30% sampai dengan 40%. Di daerah yang padat penghuninya seperti Jawa,
jumlahnya diperkirakan lebih dari 0%. Data-data yang berbeda untuk jumlah
sistem garap dan sistem bagi hasil tersebut
disebabkan oleh
statistik pertanian di Indonesia yang sangat tidak memadai, tidak ada perbedaan antara penggarap bagi hasil dengan
buruh tani.
Daerah yang diambil sebagai objek penelitian adalah desa
Sukoharjo Kabupaten Klaten. Daerah yang terletak
antara kota Yogyakarta dan Surakarta, daerah terpadat
penduduknya di Jawa. Kepadatan penduduk didaerah
ini mencapai 155.000 lebih jiwa/Ha lahan pertanian, antara tahun 1920-1969
mencapi dua kali lipat. Dinamika ini disebabkan makin buruknya struktur sosio-ekonomi dan usaha transmigrasi. Bentuk pertanian yang
umum adalah persawahan padat karya dengan hasil panen tinggi tetapi tingkat
teknik produksi masih rendah. Kurangnya modal dan tawaran berlebih, sarana
produksi berupa tenaga kerja, menyebabkan timbulnya sistem bagi hasil dan
hubungan kerja dasar bagian yang sedikit bagi penggarap dalam mengelola
lahannya. Kesempatan kerja di sektor industri pun
sangat sedikit. Klaten ada 9 pabrik gula dan 18 perusahaan
perkebunan tembakau dan usaha agro industri rosela di Delangu, pabrik
gula di Gondangwinangun tidak cukup memberikan peluang kerja. Sedangkan kesempatan
kerja pada industri rumah tangga kerajinan dan industri kecil pedesaan yang
bersifat informal juga telah terisi penuh.
Pada sistem bagi hasil
ini ada dua pihak yang bekerja sama, yaitu antara pihak yang punya tanah dan
para penggarap. Dimana ada beberapa perjanjian dalam pembagian hasil olahan
tanahnya. Biasanya ada beberapa bentuk dasar dalam bagi hasil, seperti: sistem
maaro (garap separuh bagi separuh), sistem mertelu (bagi tiga garapan bagi tiga
hasil), dan sistem mrapat (bagi empat garapan dan bagi empat hasil). Sistem ini
biasanya dilakukan pada sawah, sedangkan untuk tegalan itu berbeda lagi.
Kondisi ini sebenarnya sangat merugikan,
khususnya dalam masalah perkembangan ekonomi. Sehingga tingkat kemiskinan di
daerah yang menggunakan sistem bagi hasil dalam pengolahan tanahnya relatif
tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penghapusan sistem bagi hasil ini demi
tercapainya perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan. Karena jika terus di
biarkan, maka tingkat kemiskinan akan semakin tinggi.
Analisis
- Kelembagaan dan Pelembagaan
menurut sektor
a. Publik :
“Kelompok sosial desa petani
kenceng, petani gundul, yang memiliki tanah jauh lebih luas dar tanah
desa yang ditunjukkan oleh pengukur desa, menyerahkan tanahnya untuk digarap
dalam waktu tertentu dengan imbalan tunai.”
Bacaan ini menunjukkan adanya kelompok sosial yang berstatus sebagai sebuah
organisasi dan pemerintah lokal.
b. Partisipatori :
Terdapat
partisipasi dari masyarakat itu sendiri untuk mengadakan system bagi hasil
meskipun UU Agraria tahun 1990
mengharuskan pertanian mengelola tanahnya sendiri.
c. Privat :
“ Kesempatan kerja di sektor industri
sangat sedikit. Sedangkan kesempatan kerja pada industri rumah tangga kerajinan
dan industri kecil pedesaan yang bersifat informal juga telah terisi penuh ”. Bacaan ini menunjukkan adanya sektor privat
yaitu industri.
- Tingkat Norma dan Sangsi, serta Proses
Pelembagaan
a. Cara (usage) : Mengesahkan kepemilikan lahan tanah pertanian kepada kaum
mampu terhadap apa saja yang berada di daerah kekuasannya
b. Kebiasaan (folkways) : Kebiasaan masyarakat yang melakukan kontrak
garapan secara lisan
c. Tata – kelakuan (mores) : Adanya UU Agraria tahun 1990
d. Adat (customs) : Adanya istilah sromo atau sromo ilang, adanya praktik tebasan dan ijon
- Kelembagaan sosial
sebagai kontak sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar