Jumat, 17 Oktober 2014

TOLONG BANTU PERBAIKI PERTANIAN KAMI

Pertemuan antara jagawana dengan beberapa tokoh masyarakat kondolo, yang diikuti Kompas dibuka dengan baik, bahkan ketika dialogpun mereka dengan lancar mengungkapkan apa-apa yang mereka alami. Kepala Dusun Kandolo, Manap, mengungkapkan, “kami tahu tugas Bapak-bapak menjaga hutan ini, tetapi, kami sendiri terpaksa membuka hutan untuk mempertahankan hidup. Umumnya masyarakat disini, bukan pencari kayu untuk dijual tetapi untuk bikin kayu arang. Satu karung harganya Rp. 5.000,- ”
            Pekerjaan membuat kayu arang ini dilakukan, karena warga daerah ini sudah tidak bias bersawah lagi, karena dalam dua tahun terakhir dilanda kekeringan dan diserang hama tikus. Hal senada juga diungkapkan Andi Mapotolo, tokoh masyarakat Kandolo. Ia mengatakan, petugas hendaknya tidak melarang warga yang memang benar-benar hanya mencari kayu untuk membuat kayu arang. Sebab, pekerjaan inilah satu-satunya untuk makan.
            Sebagai contoh, para petugas jagawana yang dipimpinnya saat mendatangi kepala desa Sangkimah, pada awal September lalu, untuk meluruskan persoalan pertemuan kayu oleh petugas jagawana justru dihalang puluhan massa, bahkan diancam kendaraan mobil mereka akan dibakar. Sebelumnya kalangan pelajar, pramuka, pejabat, dan aparat keamanan yang dipimpin kepala balai TN (Taman Nasional) Kutai Tonny Suhartono juga dihadang masyarakat teluk pandang ketika akan melakukan penghijauan dengan penanaman ribuan bibit buah-buahan di daerah tersebut saat memperingati hari Lingkungan Sedunia.
            Namun, menurut Ade Suharso, ketegangan yang terjadi antara petugas di lapangan dengan warga masyarakat karena putusnya komunikasi kedua belah pihak. “Mereka yang benar-benar sudah lama tinggal di kawasan ini, tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Sebab, kemiskinan yang mereka alami selama ini karena pemerintah daerah sendiri minim memperhatikan mereka. Dan mereka sendiri sebenarnya tahu betapa pentingnya kawasan ini dipertahankan, Namun keadaan yang membuat mereka harus mempertahankan hidup di daerah ini.” Ucapnya.
            Hal senada diakui Tonny Suhartono. Menurut Tonny, pengelolaan TN Kutan selama 20 tahun terakhir tidak pernah memperhatikan community development terhadap pemukiman di dalam kawasan. Asumsi itu ternyata salah. Dan malah sebaliknya, sekarang yang sulit dikendalikan justru masyarakat di dalam kawasan, bahkan orang luar pun sudah banyak yang masuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar